Rabu, 02 Desember 2009

Kupu-Kupu Malam

Pengalaman bekerja di DetEksi Jawa Pos menjadi kebanggaan tersendiri bagi saya. Di kantor yang jam bukanya melebihi gerai fast food 24 hours tetangganya itu, saya belajar segalanya. Bukan hanya hard skill maupun soft skill. Namun, juga belajar, tentang bagaimana cara belajar yang benar.

Sama dengan pekerja yang lainnya, saya memulai karir sebagai “tukang” polling. Pekerjaannya terbilang mudah, sih. Cukup membawa kembali lima puluh kuisioner yang sudah diisi oleh sekitar lima puluh siswa SMA maupun SMP di Surabaya. Percaya tidak, tak ada yang mengalahkan asyiknya berkeliling kota. Apalagi bertemu dengan anak-anak muda makin membuat saya, yang mendapat julukan muka boros ini, berjiwa muda.

Setahun pertama di sana, saya diberi kesempatan mengikuti latihan penulis. Dan hasilnya, voila!. Saya menjadi penulis dua bulan kemudian. Di saat yang sama dengan beban semester tinggi (semester 4 ke-atas), saya masih harus berkutat dengan deadline tiap harinya. Celoteh pedas editor menjadi santapan sehari-hari.

Semenjak itu, saya merasa ada perubahan drastis. Khususnya pada otak dan perasaan saya. Dulu, saya sering mencampuradukkan pikiran dan perasaan. Terkena masalah sedikit, yang berperan malah hati. Semenjak menjadi penulis, yang mengatur adalah otak. Nah, biar lebih sopan, mari kita gunakan bahasa cerebrum. Setuju? He he.

Cerebrum diciptakan untuk mengirimkan sinyal dari dalam menuju ke luar otak. Fungsi sinyal ini adalah sebagai perintah untuk memerintahkan anggota tubuh lain bekerja sesuai keinginan cerebrum. Mengetik esay ini, misalnya, adalah sinyal yang dirintis oleh cerebrum menuju ujung jari. Bisa dibilang bagian atas, yakni cerebrum, memegang kendali

Dulu, saya termasuk orang dengan cerebrum pas-pasan. Sebelum masuk DetEksi, kantor sinting itu, saya menerapkan prinsip kupu-kupu. Kuliah Pulang Kuliah Pulang. Semenjak berada di sana, saya merasa ada suatu hal yang lebih excited ketimbang kupu-kupu. Apa itu? Jawabannya adalah kupu-kupu malam. Kuliah pulang malam, kuliah pulang malam.

Maksudnya, pindah ke perguruan tinggi yang menawarkan kuliah malam? Bukan!. Tapi setelah kuliah di siang hari, saya bekerja malamnya. Terkadang pulangnya pagi hari, mengalahkan orang kulakan ke pasar. Status itu masih berubah terkadang, belum sering. Walau ketika DetEksi sedang menggelar event, dan biasanya skala besar, saya dan “keluarga baru” di kantor itu mendapatkan jatah lembur habis-habisan. Bolehlah dibilang standar saya naik perlahan.

Dari yang semula mahasiswa yang berkutat tugas dan elemen lain seperti teman, menjadi seorang pekerja yang dituntut output bagus oleh atasan. Yang semula berleha-leha jika malam tiba, menjadi pasukan antimalas di kantor. Dan ini yang terpenting. Dari yang semula berjatah liburan tetap di akhir minggu, menjadi orang yang multi tasking saat weekend tiba.

Luar biasa.
Saya berterimakasih pada tantangan tersebut. Tanpanya, saya bukan apa-apa. Tanpanya, saya masih mahasiswa berstatus nasakom (saat itu, IP sempat jeblog. Penyebabnya tidak pandai membagi waktu), menjadi mahasiswa bertitel lumayan. IP, alhamdulillah, meningkat. Dan pesat. Rupanya, penempaan dua tahun tersebut membuahkan hasil.

Hasil tersebut tidak main-main. Ini masih konteks berusaha. Saya sekarang berusaha untuk menjaga agar standar saya tidak merosot. Biarlah digojloki teman sekitar manusia super sibuk. Tapi, saya percaya, tantangan berpenampakkan kesibukan ini adalah jalan peretas masa depan yang cerah.
Powered By Blogger