Kamis, 16 September 2010

Bukit Batu


Hari ini saya membuat keputusan salah. Ya, saya ulangi, keputusan yang salah. Saya tidak mulai mengupasnya di sini. Bukan karena itu akan menambah malu, tapi saya ingin menekankan betapa masifnya pelajaran yang bisa direngkuh ketika sadar bahwa keputusan meleset. Bahwa waktu tidak dapat diulang, bahwa kita sangat ingin menekan tombol playback meski itu mustahil, bahwa ada makna tersurat yang ingin dipaparkan Tuhan di credit title kisah ini.

Mudah-mudahan saya tidak salah menginterpretasi makna itu…

Saya belajar, tentang bagaimana sulitnya me-manuver kesalahan. Tentang bagaimana mengatur satu persatu sel-sel otak agar mereka tenang, dan bisa diajak berpikir lebih rasional. Dan kalimat-kalimat penyangkal justru membuat kita terlihat lebih bodoh.

Saya mengerti, bahwa kata-kata yang keluar di waktu yang sempit tidaklah lebih dari sambutan ketua RT yang pointless. Bahwa mengucapkan “sebentar” lebih baik daripada menuruti gengsi jika kita bisa memburu waktu..


Batu yang dilempar ke danau pasti menciptakan riak. Butuh waktu supaya airnya tenang kembali, meski pada akhirnya batu itu masih ada.

Akhirnya juga saya tahu, mengapa mereka bilang ini hanyalah proses. Dua langkah tersesat dan dua langkah kembali untuk lima langkah yang lebih maju. Karena Tuhan tidak meng-email makna kesalahan itu, melainkan Ia ingin saya lebih rendah hati dan belajar. Karena danau saya sudah berisi bukit batu..

Senin, 07 Juni 2010

Sangu Sang Pemimpin


*)Ini adalah foto Bambang DH, walikota Surabaya yang mencalonkan kembali menjadi wakil walikota 2010-2015, memohon restu istri sesaat sebelum mencalonkan diri.

Hari ini adalah H-1 pemilu walikota di kota saya tinggal. Besok, cuma lima menit, penduduk Surabaya bakal menentukan nasib kota pahlawan-nya ini lima tahun. Calonnya juga ada lima. Tapi menurut saya dan orang tua saya, dan teman-teman saya, dan koran tempat saya bekerja dulu (stupid analysis pada berita yang dimuatnya), ada satu calon yang benar-benar patut memimpin kota ini. Satu-satunya calon wanita. Saya tak mau dicap black campaign karena menulis namanya di sini. He he.

Memang, pemimpin yang bijak dan becus, adalah dia yang tak hanya mampu mengeluarkan potensinya, tapi juga potensi anak buahnya. Si wanita ini pernah menjabat sebagai kepala dinas di Pemkot Surabaya. Karirnya menjulang. Masyarakat senang. Salah satu master piece-nya adalah taman-taman cantik di sudut kota.

Bawahannya ikut suka cita. Meski diberitakan nyaris dicekik bawahan sendiri di ruang kerjanya, toh ia tetap jadi nice and beloved person dijajarannya. Banyak staf yang akhirnya ikut jejaknya tetap menjaga taman Surabaya bersih.

Saya juga sempat punya figur pemimpin yang baik. One step closer to perfect, sepertinya. Dulu. Waktu masih mencari sesuap berlian di kantor itu. Namanya Diatmana Parayuda. Ia mantan supervisor saya. Meski seangkatan kakak saya (selisih 3,5 tahun), Jack-D (serius, begitu panggilannya!) punya semangat seperti Hachiko menunggu sang professor. Loyal. Tegas. Berwibawa, lil bit. (It’s totally my prerogative, Jack. Ha ha) . Pintarnya satu strip di bawah Sri Mulyani (FYI, IQ Sri Mulyani 157).

Minggu lalu, Jack-D resign. Orang, atau figur, yang selama ini jaga gawang agar pemainnya tidak meninggalkan lapangan, akhirnya pergi. Dia dapat kerjaan baru. Menurut saya, dia getol tantangan. Pasti kerjaannya ya lebih menantang. Lebih menantang ketimbang petugas roller coaster atau relawan Palestina-lah. He he.

Dia pergi tak hanya meninggalkan gading. Mirip Sri Mulyani, ia melengos meninggalkan nama baik dan semangat untuk staf-staf-nya. Tapi menurut saya, dikamusnya cuma ada teman dan sahabat. Tidak ada staf. Apalagi bawahan.
Saya, termasuk bawahan, ups, teman, yang kenal baik dan pernah disangoni (bahasa Jawa, artinya diberi sangu) kutipan luar biasa.

“Calon orang sukses, dia yang nggak pernah berhenti belajar. Marah, adalah satu cara supaya orang itu belajar. Jadi orang yang siap sukses itu selalu siap dimarahin.”

*) Menurut cerita teman-teman kantor yang masih aktif, ketika pamitan, ia menangis. Lagi-lagi mirip Sri Mulyani, yang kerjanya sama-sama dari hati. Kira-kira, siapa aja yang pernah marahin Sri Mulyani, ya?

Sabtu, 24 April 2010

My Rainbow



Soundtrack off the day: Glenn Fredlly- Pelangi. Saya tidak pernah memutar lagu itu sekali. Pasti ketagihan, terus dan terus. Seperti minum air laut, semakin diminum semakin haus.

Bagaikan langit berpelangi
Terlukis wajah dalam mimpi
Tertegun dibuai dibuai dalam kenangan dan senyuman
Yang tak 'kan terlupakan

Mungkinkah tercipta kembali
Malam nan penuh keindahan
Sekarang bulan terasa oh hangat menyentuh tubuh
Di antara pelukan

Kau dengar laguku dalam simfoni
Tiada lagi melodi dapat kucipta tanpa senyummu

Bagaikan langit berpelangi
Terlukis wajah dalam mimpi
Sekarang bulan terasa oh hangat menyentuh tubuh
Di antara pelukan


Seperti menunggu pelangi. Walau aku tau kau tak nampak, tapi setelah nahasku, kau kan muncul. Memberi keindahan ragawi, menerangi kelamnya surgawi.

Minggu, 28 Februari 2010

Mitos Yoghurt


Saya kemarin siang terserang penyakit bete stadium empat. Ortu meninggalkan saya yang dalam keadaan tidur untuk menjelajahi ke book store. Untungnya, sepulang dari perginya, ortu membawakan sebuah buku super. Isinya pure kedokteran. Aduh, mereka lupa saya kuliah di mana.

Setelah saya bolak-balik, saya terkejut. Saya nemu fakta mengejutkan tentang yoghurt. Saya re-write artikel itu. Oke, terimakasih buat tepuk tangannya. Nah, buat yang lagi melangkahkan kaki ke cafe yoghurt, atau lagi deket-deket rak yoghurt di supermaket, silahkan merenungkan isi artikel ini. He he.


Baru-baru ini di Jepang, berbagai macam yoghurt, seperti Yoghurt Laut Kaspia, dan yoghurt aloe, menjadi sangat populer karena memiliki keuntungan-keuntungan kesehatan yang dipromosikan secara luas. Namun, saya yakin, bahwa semua ini adalah gambaran yang salah.

Yang sering saya dengar dari orang-orang yang mengonsumsi yoghurt adalah bahwa kondisi pencernaan mereka membaik. Mereka tidak lagi mengalami konstipasi (pengerasan pada feses), atau pinggang mereka mengecil. Dan mereka percaya bahwa semua hasil ini berkat laktobasilus yang terdapat di setiap yoghurt.

Namun, kepercayaan akan keuntungan-keuntungan laktobasilus ini sejak awalnya saja sudah dipertanyakan. Aslinnya, laktobasilus terdapat di dalam usus manusia. Bakteri ini disebut bakteri yang bermukim di dalam usus. Tubuh manusia memiliki suatu sistem pertahanan melawan bakteri dan virus yang datang dari luar. Jadi, bahkan bakteri-bakteri yang biasanya baik untuk tubuh kita, seperti laktobasilus, akan diserang oleh pertahanan alami tubuh jika mereka bukan “pemukim asli” di dalam usus.

Garis pertahanan terdepan adalah asam lambung. Saat laktobasilus yoghurt memasuki lambung, sebagian besar dari mereka dimatikan oleh asam lambung. Oleh sebab itulah, baru0baru ini dilakukan perbaikan. Yoghurt pun dipasarkan dengan slogan Laktobasilus yang berhasil mencapai usus Anda.

Namun, bahkan jika bakteri itu mencapai usus, apakah memang mungkin mereka dapat bekerja sama dengan bakteri-bakteri yang bermukim dalam usus?
Alasan saya mempertanyakan klaim mengenai yoghurt ini adalah karena dalam konteks klinis, karakteristik usus mereka yang mengkonsumsi yoghurt setiap hari tidaklah pernah baik. Saya menduga keras, bahwa jika laktobasilus di dalam yoghurt dapat mencapai usus hidup-hidup, mereka tidak mengakibatkan usus bekerja lebih baik, malah hanya mengacaukan flora usus.

Lalu, mengapa banyak orang yang merasa yoghurt efektif dalam memperbaiki kesehatan mereka? Bagi banyak orang, yoghurt seolah “menyembuhkan” konstipasi. Namun, “penyembuhan” ini sesungguhnya adalah suatu kasus diare ringan.

Beginilah hal yang mungkin bekerja: Orang dewasa tidak memiliki cukup enzim yang menguraikan laktosa. Laktosa adalah gula yang terdapat di dalam susu. Tetapi laktase, enzim yang menguraikan laktosa, mulai berkurang jumlahnya dalam tubuh kita selama masa pertumbuhan. Kalau dipikir, hal ini cukup alami karena susu addalh sesuatu yang diminum kebanyakan oleh balita, bukan orang dewasa. Dengan kata lain, laktase adalah enzim yang tidak diperlukan oleh orang dewasa.

Yoghurt mengandung banyak laktosa. Oleh karenanya, pada saat Anda mengkonsumsinya, ia takkan langsung dicerna dengan baik. Pendeknya, banyak orang yang mengalami diare ringan jika mereka mengkonsumsi yoghurt. Akibatnya, diare ringan ini, yang sesungguhnya ekskresi kotoran stagnan yang selama itu terakumulasi dalam usus besar, secara keliru dianggap sebagai pengobatan terhadap konstipasi.

Kondisi usus Anda akan memburuk jika anda mengkonsumsi yoghurt setiap hari. Saya dapat mengatakan hal ini dengan yakin berdasarkan hasil pengamatan klinis. Jika anda mengonsumsi yoghurt setiap hari, bau kotoran dan gas Anda akan menjadi semakin tajam. Inilah suatu indikasi bahwa lingkungan usus Anda semakin memburuk.

Alasan timbulnya bau tersebut adalah karena racun tengah diproduksi di dalam usus besar. Oleh karena itu, walaupun banyak orang membicarakan efek-efek kesehatan yoghurt secara umum, dalam kenyataannya, banyak hal tentang yoghurt yang buruk bagi tubuh Anda.

Taken from The Miracle of Enzyme by Hiromi Shinya, MD, Guru Besar Kedokteran Albert Einstein College of Medicine, USA.

Sabtu, 27 Februari 2010

DetEksi Way


Kemarin pagi adalah momen terindah dalam tiga bulan terakhir kepergian saya dari kantor itu. Saya sengaja sempatkan membaca halaman koran tempat kerja part time dulu. Halaman itu lagi berulang tahun. Saya bingung, speechless mau nulis apa. Honestly, banyak banget...nget..nget.. yang pengin saya muat di sini. Untungnya positif semuanya.*dasar penjilat ulung*. Ha ha.


Sepuluh tahun. Ya, selama satu dekade itu, anjing (maskot halaman tadi) itu sudah berlari. Mengendus sana-sini. Melacak apapun yang ada di depannya. Matanya tidak terlihat. Hanya hidungnya yang super jumbo. (Buat yang penasaran dengan apa arti maskot Si Det, silahkan baca koran kemarin. Di situ dikupas tuntas...tas..tas..)

Maskot itu sangat cocok diidentikkan semua kru-nya. Berlari ke sana-sini, mengendus apa saja yang ada di depannya (apalagi makanan!), dan baru berhenti bila dimarahi. Yang terakhir ini, saya teringat petuah si supervisor, yang pintarnya nggak ketulungan itu: “Batasan DetEksi adalah kalo kamu dimarahin”.

Tapi kalo dihayati, sifat itu memang benar-benar mirip maskot-nya yah.(Saya sebut maskot, lho. Bukan subjek alias binatangnya. He he.)

Kemarin pula di halaman terdepan koran itu, the biggest one, si bos yang kharismatik itu, menulis. Menurutnya, DetEksi bukan lagi sebuah halaman. Bukan lagi sampingan. Tapi sudah merasuk hingga tahap pola berpikir. It’s call DetEksi Way.

Kru-nya sudah khatam DetEksi Way. Mindset yang DetEksi bangetlah. Ceria, cerewet, blingsatan, sangar, dan menjunjung tinggi tagtegsitas (bahasa Jawa, kata dasar tagteg, artinya cekatan).

Konon, mereka pun sudah menyebarkan “azas” itu ke mana-mana. Ke seluruh Indonesia. Ya, meski namanya berbeda-beda, halaman itu akan terbit di seluruh Indonesia. Ada yang tetap bernama DetEksi, ada yang mengambil nama Xpresi, halaman yang seumuran dan dicetak di bawah nama koran yang sama. Wow! Trully BIG W-O-W!

Si big boss itu juga pernah bilang, kalo kita kerja karena senang, uang ngikut di belakang. Dan itu benar. Laptop yang buat nulis postingan ini saya beli waktu kerja lima bulan pertama. Saya pamerin yang lain lagi, nih. Hp yang lagi saya setel MP3-nya ini, yang kata orang model highlevel ini, juga buah kerja di sana. Minimal, kalo mau gaya, nggak usah capek-capek ngrengek ortu lagi. Dan semua itu saya dapetin di usia sembilan belas tahun. Aseeek..

Yang saya salut dari mereka, kalau berfikir, cepetnya minta ampun. Entah prosesnya memperkerjakan berapa juta sel otak masing-masing. Tapi mikir masalah A, lanjut masalah B, dan pindah problem C, bisa lompat-lompat hanya dalam kedipan mata. Atau bahkan, ketiganya bisa selesai sekaligus dalam satu pemikiran.

Luar biasa. Prinsipnya, kalau kita berpikir, cerebrum (baca halus: otak)harus mau diajak “lari”. Harus maraton. Kalau nggak, bisa kalah sama banyaknya tantangan (baca halus: masalah). Santai sedikit, sudah kesalip problem yang lain. Jadi selain peka dan jeli, kita harus mempersiapkan tenaga untuk pikiran supaya bisa berpikir maraton. Hebatnya, sehari-hari mereka biasa begitu. Bahkan tahunan.

Itulah yang selama tiga bulan ini saya kangenin. Saya memang belum sampai tahap Maglev, tahap tertinggi di DetEksi Way. Mungkin juga baru tahap komuter. Tapi, melihat logo Maglev di bodi komuter saya yang pertanda satu pabrikan, bisa diklaim sebuah kebanggaan, bukan.

Foto di atas adalah suasana di kantor saat hari-H ulang tahun DetEksi. Yang berkaos putih dengan huruf E besar adalah kru DetEksi. Jangan bayangkan kondisi lima menit setelah foto ini diambil. Karena tumpeng-tumpeng itu sudah berbentuk -tiiit- (sensor)

Sabtu, 20 Februari 2010

MatKul Baru: SOK388 Ilmu Kesabaran


Setel How Deep Is Your Love di handphone...

Klik repeat song, biar lagunya muter-muter terus...

Entahlah, tapi irama dan vokal mbak-mbak The Bird And The Bee ini seriously bikin adem. Nyesss... Lumayan buat ngilangin stres dan kalut hari ini. Persetan mbak-mbak itu ngomel-ngomel kecapekan nyanyi. Piss.! =D

Cerita dikit soal daily activity, ya. Eits, kamu kan tinggal baca. Jangan ngomel.

It’s been my freaky Friday. Tadi bangun jam 8 pagi. Pas bangun, kepala langsung spaneng, inget ntar ada rapat koordinator jam sepuluh di kampus.

Ups, saya lupa!. Saya harus buru-buru ngampus. Sebelum rapat, saya pengin beres-beres kandang (baca: ruang) tempat kumpul organisasi mahasiswa itu. Sendirian. Maklum, autis lagi kumat. Dan lagi nggak pengin ngrepotin orang. Nah, saya baik, kan.

Terimakasih tepuk tangannya.

Tapi, sumpah, gudang militer masih jauuuh lebih rapi ketimbang ruangan tadi. Luasnya cuma 3x4 meter. Tapi kalo ditotal, ada 50 lebih jenis barang di sana. Arggh, makin bikin gemes.

Itu belum seberapa. Ada satu item yang punya tiga ukuran. Itu tuh, barang kesayangan emak-emak yang sering dipajang di “etalase” a.k.a halaman rumah buat jemur kerupuk. Bingo, tampah!. Di ruangan kami, produk pasar itu ada banyak ukuran. Kecil, nanggung, sampe jumbo. Nanggung pun juga dibagi tiga kategori, ada yang nanggung condong ke arah besar, lilbit kecil, dan nanggung yang bener-bener nanggung. Halah, intinya banyaklah.

Wah, saya belum jelasin kenapa tampah itu bisa ngisi daftar tamu di sana. Jadi begini, ruangan itu mirip deposit counter jangka panjang. Ya, kalo di kartun, mirip kantong ajaib Doraemon. Another words again: gudang. Semuanya ketampung. Termasuk peralatan acara ospek jurusan yang digelar di luar kota yang seluruhnya tak bertuan. Dan karena semuanya males-malesan mengakuisisi (coba yang diakusisi PT Sampoerna), ditaruhlah benda-benda itu di ruangan itu.

Sejam-an krusak-krusuk di sana lumayan berbuah. Total tiga karung sampah segede gaban (wait, emang ada yang pernah tau gedenya mas Gaban?) berhasil dienyahkan. Fiuh, akhirnya bisa napas lega.

Tapi justru disitu tuh trouble maker-nya. Tenaga saya sudah terkuras, tapi rapat belum dimulai. Plus, ada beberapa anak yang dateng telat. Ayo, hati nurani, kamu harus kerja rodi. Thinking (more and more) positive!.

Saya termasuk orang yang benci telat. Cielee, berlagak sok keren, nih. Dulu, waktu jadi buruh keyboard, saya pejuang deadline. Satu telat semua rusak. Ngulang dari awal juga percuma. Tapi itu masih terbantu karena saya di bayar. Walaupun cuman numpang lewat di ATM, tapi serius, honor itu ibarat Aa Gym ceramah di lokalisasi Dolly. Segeeer. Nah, kalau yang sekarang, boro-boro. Tapi bukan berarti aturan boleh dilanggar, kan. He he. Senyum dulu, dong, biar nggak tegang.

Gara-gara telat itu atmosfer rapat juga berubah nggak enak. Bahas tiap masalah nggak bisa detail karena keburu waktu sholat. Saya bukannya menyalahkan waktu sholat, lho, Tuhan-ku. Tapi kadang, manusia itu jadi panik dan kalut kalau waktu sudah mengejar. Betul, Om Zainuddin?

Tapi, saya salut juga. Kanca-kanca saya juga sudah mau nglewatin weekend (trully weekend karena kampus lagi off) untuk rapat koordinator di “eks” gudang tadi. Itu membantu. :: Ngelus dada ::

Yah, saya mungkin harus ngambil mata kuliah Ilmu Kesabaran semester ini. Maklum, semester lalu sudah ngambil di “kampus” saya yang satunya. Tapi berhubung beda almamater, beda “jas” dan dosen, kan beda juga “belalangnya”. Tapi, makasih lho ya buat ujian kesabarannya, ya kawan. Saya bener-bener bersyukur buat itu. He he. (senyum kecut).

Oiya, untuk mbak-mbak The Bird And The Bee, terimakasih juga sudah di-ninabobo-in, dinyanyiin How Deep Is Your Love limapuluh kali lebih tepat di kuping saya. (*)

Kamis, 11 Februari 2010

Syukur Penawar Keluhan


Sudah dua hari berturut-turut saya merasakan penderitaan terbesar umat pengendara motor di Indonesia. Ya, mogok. Kali ini, sebabnya sepele. Bukan bensin ngedrop atau ban gembos. Tapi justru salah satu sumber kehidupan mahluk hidup dan background yang sering dipake film-film romantis: hujan.

Di musim hujan ini, setiap kali saya memarkir motor di area terbuka, pulangnya selalu bawa oleh-oleh terburuk. Mulai mogok, menuntun jarak jauh, dan dompet terkuras bayar ongkos servis dadakan. Itu sudah satu paket. Mau nggak mau, kudu angguk-angguk kepala..

Kejadian yang paling parah, sih, terjadi minggu lalu. Siang itu saya dan sahabat cewek pengin rapat. Tapi ada ide, kita pengin ganti suasana. Ya, kami yang sama-sama anggota organisasi mahasiswa di kampus, kok ya, kebetulan eneg massal dengan suasana kampus. Langsung, cabuuut.

And, the Oscar goes to...

KFC Ahmad Yani, Surabaya!
Itu adalah gerai fastfood terfavorit temen-temen mantan kantor (ups!) saya. Bukan apa-apa. Letaknya kebetulan persis di sebelah si mantan itu. Tapi jam bukanya itu yang bikin kami kepincut. Tebak, restoran mana, yang cepet penyajiannya, yang mampang menu goceng-an, dan yang siap meladeni mulut-mulut workaholic 24 jam yang satu strip di bawah gila itu? Sembunyi dari editor di jam kerja, kaburnya ke tetangga paling baik di dunia itu. Ha ha.

Parkiran di situ benar-benar terbuka..ka..ka... Nggak ada atap. Bahkan pohon kangkung. Panasnya minta ampuun. Tapi waktu maghrib, kami dapet bonus hujan. Ting tong, seratus!. Itu yang bikin motor saya untuk itungan biji pasir Kute lagi-lagi kebanjiran. Jarum jam sudah bertengger di angka delapan dan betis ini harus kerja rodi lagi *sambil ngelus-ngelus*

Tukang tambal ban, si dewa penolong itu, bikin makin tajam tanduk. Mereka cuti
massal. -Oke, terimakasih buat senyumnya-

Dulu, hampir pasti mereka standby di setiap belokan terdekat. Mungkin waktu itu, bini-bininya lagi brojol barengan. Seems like korban kawin massal, kali. Semua pulkam serentak. Oke, it means, saya harus kerja rodi plus romusha di tengah malam. Menuntun dan teruuus menuntun.

Puas jalan nyaris satu kilometer, saya baru menemukan tanda-tanda kehidupan mereka. Err, wait, satu kejutan tersisa. My savior itu berada di ujung salah satu gang yang banjirnya selutut. Oh, God, perasaan semalem hamba nggak mimpi air bah.

Jarum jam sudah berputar 720 derajat. Alhamdulillah, saya memetik hasilnya. Yay, motor saya pulih!

Kata pak-nya, penyebabnya ada di TKP yang sama. Air ujan masuk, terus membunuh korbannya, karburator. Hebatnya, nggak ada pasal berlapis yang bisa menghentikan aksi pelaku. Aduh, ribetnya. Intinya nggak ada yang bisa diakali. Paling aman, jangan sok-sok an markir di alam terbuka.

Di jalan, sambil melamun-melamun lepas, saya merenungi nasib.

Alhamdulillah, saya masih mending. Basah kuyupnya cuma selutut. Ratusan pengungsi gempa Padang masih nggak bisa tidur setiap hujan mengguyur tendanya.

Untunglah, saya masih mending. Di dompet masih ada beberapa lembar kertas hijau dan merah. Di Bangkalan, kuli batu harus menempuh satu kilometer dulu demi seratus rupiah. Itu pun per satu batu yang beratnya tiga kilogram.

Syukurlah, saya masih mending. Dianugrahi kendaraan dan cuma disuruh rajin servis. Tetangga saya harus ganti minimal tiga bemo untuk ngantor tiap harinya. Belum macetnya, borosnya, dan tekanan batin kalau pak supir bemonya makan ati karena jalannya lambat.

Memang, selain bersyukur, nggak ada perasaan lain yang nyess di hati. Tuhan selalu suka manusia yang berusaha. Dan saya merasa rugi karena dua hari ini cuma bisa mengeluh. Yang mogokanlah, yang banjirlah. Saya lupa, Tuhan masih memberi uang cukup, mesin cuci keluaran terbaru untuk baju-baju saya yang basah itu, dan keluarga serta teman yang setia menolong saya di saat saya butuh. Terimakasih, Allah..

Minggu, 03 Januari 2010

5 Hal Yang Disembunyikan Tirai Bioskop


“Malem Minggu, Aye pergi ke Bioskop.
Bergandengan ama pacar nonton koboi”

Lagu Nonton Bioskop barusan kayaknya bakal menjadi lagu legendaris semata. Karena di bawah ini sudah ada fakta yang bisa membuat kita melompat terkejut dari kursi bioskop. Bukan, bukan karena Brad Pitt dan Angelina Jolie tembak-tembakkan di gurun pasir. Tapi karena bioskop punya “dosa kecil” sama penontonnya. Aha!, berarti ini waktunya si magic card kartu rental DVD keluar dari dompet.

1. "Kami Sudah Usang? Tidak Mungkin!”
Sulit dipercaya, tapi bioskop sudah lama berjaya sejak jaman baheula. Dulu, kompetitornya sesama agen pemutar film. Mulai kelas kursi sofa Italia dengan karpet Arab sampe kelas teri kursi kondangan dengan alas semen cor-coran. Sekarang, bioskop harus bergelut dengan internet, tv cable, dan media lain. Oke, berapa orang dari kalian yang sudah nonton Avatar via produk mbak-mbak ITC ? Bagus, turunkan semua tangan itu.
Data dari lembaga pengamat bioskop di Amerika menyebutkan, box office (panggilan akrab bioskop) justru mengalami pengingkatan pendapatan sejak 2005 silam. Tapi, fakta terbalik menyebutkan bahwa jumlah tiket yang terjual malah menurun. Mulai 2005 hingga 2009, angka jual kursi di bioskop hanya berkisar 1,4 juta penonton. Kuncinya ada pada harga tiket. Semula USD 6, 41 sengaja dinaikkan hingga USD 7,46. What a Beautiful Liar. It’s that true, Shakira ?? ha ha ha.

2. “Kami Berlimpah Uang Karena Menjual Mata Anda”
“Pengin nonton tapi nggak mau repot. Tenang, cukup kirimkan SMS ke nomor 2121. Kamu tinggal registrasi ke bioskop terdekat. Gampang, kan. Dan jangan lupa saksikan Air Terjun Pengantin di bioskop kesayangan Anda” –adegan diperankan Tamara Blezinsky”

Untuk kamu para cewek, tutup mata pangeranmu sebelum air liurnya menetes. Yacks!. Untuk lainnya, familiar sama scene barusan? Yup, itu contoh iklan pra-pemutaran film yang biasanya membuat tanduk kita nongol. Serasa pengin merebut remote dan ganti channel, kan. Tapi percayalah, pundi-pundi bioskop semakin berlimpah uang karena porsi iklan yang cukup besar tadi. Data dari Amerika (angkat bendera putih, Indonesia-ku. Hiks hiks...) menyebutkan, setiap tahun, frekuensi pemasangan iklan tadi meningkat dari 10 menjadi 15 persen. Movie holic Indonesia mungkin belum terlalu terganggu. Tapi, sekitar 3.400 orang di negeri Paman Sam pernah membuat petisi online soal itu. Mereka ingin tayangan bersih, yang tidak terkontaminasi iklan sebelumnya. Fellas, kamu sadar kita sudah menyisihkan uang saku seminggu, rela ngemis jajan temen di kantin, untuk menonton iklan yang annoying? Terus, apa bedanya nonton di tv ??

3. “Jika Kamu Lelah Dengan BlockBusters, Kamu Beruntung”
Hingga berita ini diturunkan, saya masih nyari korelasi judul dan artikel, teman. Mungkin Om Joni di Janji Joni lebih expert soal ini. Yang jelas, pemilik bioskop sekarang tak perlu nyewa orang yang tiap harinya harus pontang-panting mengantarkan roll film dari satu studio ke studio lain. Sekali klik, satu judul film sekelas Transformers 2 sekalipun sudah nongol di layar komputer mereka. Eits, yang ini hubungannya sama kecanggihan satelit, teman. Tapi, menurut sutradara di Amerika, ini adalah hokus pokus mereka untuk menyelamatkan budget film yang membengkat. No distribution, no waste money. Wah, era digital rupanya memang menggerus ladang pekerjaan. *berlagak seperti anti-lepie*

4. "Sumpah, Kami Sarankan Anda Tidak Datang Saat Premiere"
Ngantri tiket dari jam sepuluh, dan tiket habis pada jam sebelas. Parahnya, tiket masih belum di genggaman.

Dua kali saya mengalami getirnya premiere. Satu ketika New Moon, satu lagi film “fenomenal” 2012. Dua-duanya sama-sama bikin keki. Damn, masak saya harus diruwat hanya untuk duduk manis dua jam? Tapi, tahukah Anda, ternyata bioskop seribu kali lipat keki dari para penontonnya saat musim premiere datang.

Cara kerjanya begini. Bioskop memutar film dengan kompensasi uang sewa yang dibayarkan pada studio movie maker. Faktanya, uang setorannya itu menjadi berlipat-lipat lebih banyak ketika film diputar di awal masa tayang. Ketika Titanic berjaya selama berbulan-bulan, itu berarrti durian runtuh buat bioskop. Lantas bagaimana dengan film ecek-ecek yang diputar kurang dari seminggu? Ouch, it’s gonna be nightmare, dear.

5. “Pergi Ke Bioskop = Uji Kekuatan Telinga Anda”
Salah satu kelebihan bioskop (yang men-ndeso-kan saya waktu kecil) antara lain adalah dapur suara. Tatanan efek yang begitu menggelegar seakan-akan membuat kursi bioskop berada di lokasi syuting. Tapi sadarkah kita, bahwa tingkat desibel tatanan audio super duper menggeleger itu sudah merusak kendang telinga kita? Spesial efek suara, yang sukses memelongokan penonton berjam-jam, memiliki dampak yang sama mengkhawatirkan dengan menonton konser mega bintang. Ini membahayakan. Manurut Pusat Pendengaran dan Komunikasi Amerika, dentuman suara yang lebih besar ketimbang 85 desibel, bisa merusak pendengaran kita. “Kami menerima komplain dari mereka (penonton bioskop). Meski sedikit, mereka merasa dengung pada telinga sesaat setelah menonton,” ujar Amy Boyle, direktur pusat penelitian tadi. Mbak Amy bilang, dia menyarankan kita untuk membeli alat ukur. Lewat itu, kita bisa tahu berapa desibel suara yang masuk di telinga kita. Tapi, mbak, apa alat ukur itu dijamin lebih murah dari harga tiketnya? I’m affraid it can drain your pocket.

Sabtu, 02 Januari 2010

No Sequel


Saya sudah memilih. Mengakhiri romance movie dengan Good Bye My Lovers-James Blunt sebagai soundtrack akhirnya. Tidak ada sekuel, dan terimakasih sebesar-besarnya untuk “mu”

Satu resolusi terbesar di tahun baru kali ini sudah dibuat. Setelah melewati finishing touch yang cukup panjang, saya berani umumkan one big change in my rail. Saya nggak akan nodai awal, tengah, dan akhir tahun dengan nyebut-nyebut semua hal tentang kamu lagi. Its just another bullsheet. Even gelandangan pun sudah jijik sama kisah pilu itu (dengan tanduk keluar).

So sorry for my heart. Karena dengan mikirin kamu, saya jadi kehilangan waktu bersenang-senang dengan orang-orang terbaik di hidup saya. Padahal bercandaan sambil duduk berdua mereka jauh lebih berharga ketimbang harapan semu ini.
Saya sadar bahwa teman-teman saya juga sudah eneg saat saya ajak ngobrol tentang kamu. Cuma karena saking baiknya mereka aja mereka mau buka kuping dan pegel angguk-angguk kepala sepanjang hari soal kamu.

Nggak ada lagi pencet-pencet keyboard tentang kamu. Nggak ada juga hujan air mata haru biru setelah baca statusmu. Dan soal posting-posting murahan hal yang itu-itu lagi di blog, i wish i could drink a forgetful potion before that.

Setahun lalu, aku masih mikir jurus pamungkas ngelupain kamu. Tahun lalu, aku menodai diariku dan diari temen-temenku saat kamu terlintas di pikiranku. Lembaran-lembaran itu sudah aku sobek. Remetannya sudah nggak tau di depo sampah kota mana.
Aku bahkan harus berguru sama keledai, supaya nggak ngulang kesalahan lebih dari dua kali. Who knows, itu bisa jadi sekoci penyelamat di saat-saat pikiran itu muncul.
Yang pasti di tahun ini, sudah nggak ada rencana untuk bikin sekuel blog tentangmu ini. Biarin, biar produser punya dana ratusan milyar dan casting sudah berjalan. Tapi aku nolak mentah-mentah, kalau perannya masih kamu dan aku. Kalau poster filmnya masih ada foto kita berdua dan penonton setianya masih temen-temen kita sendiri. Penonton yang sudah bolak-balik masuk adegan karena kebaikan dan kemauan mereka duduk diam dengerin cerita ini.

And I still hold your hand in mine.
In mine when I'm asleep.
And I will bare my soul in time,
When I'm kneeling at your feet.
Goodbye my lover.
Goodbye my friend.
You have been the one.
You have been the one for me

Good Bye My Lovers – James Blunt
Powered By Blogger