Minggu, 03 Januari 2010

5 Hal Yang Disembunyikan Tirai Bioskop


“Malem Minggu, Aye pergi ke Bioskop.
Bergandengan ama pacar nonton koboi”

Lagu Nonton Bioskop barusan kayaknya bakal menjadi lagu legendaris semata. Karena di bawah ini sudah ada fakta yang bisa membuat kita melompat terkejut dari kursi bioskop. Bukan, bukan karena Brad Pitt dan Angelina Jolie tembak-tembakkan di gurun pasir. Tapi karena bioskop punya “dosa kecil” sama penontonnya. Aha!, berarti ini waktunya si magic card kartu rental DVD keluar dari dompet.

1. "Kami Sudah Usang? Tidak Mungkin!”
Sulit dipercaya, tapi bioskop sudah lama berjaya sejak jaman baheula. Dulu, kompetitornya sesama agen pemutar film. Mulai kelas kursi sofa Italia dengan karpet Arab sampe kelas teri kursi kondangan dengan alas semen cor-coran. Sekarang, bioskop harus bergelut dengan internet, tv cable, dan media lain. Oke, berapa orang dari kalian yang sudah nonton Avatar via produk mbak-mbak ITC ? Bagus, turunkan semua tangan itu.
Data dari lembaga pengamat bioskop di Amerika menyebutkan, box office (panggilan akrab bioskop) justru mengalami pengingkatan pendapatan sejak 2005 silam. Tapi, fakta terbalik menyebutkan bahwa jumlah tiket yang terjual malah menurun. Mulai 2005 hingga 2009, angka jual kursi di bioskop hanya berkisar 1,4 juta penonton. Kuncinya ada pada harga tiket. Semula USD 6, 41 sengaja dinaikkan hingga USD 7,46. What a Beautiful Liar. It’s that true, Shakira ?? ha ha ha.

2. “Kami Berlimpah Uang Karena Menjual Mata Anda”
“Pengin nonton tapi nggak mau repot. Tenang, cukup kirimkan SMS ke nomor 2121. Kamu tinggal registrasi ke bioskop terdekat. Gampang, kan. Dan jangan lupa saksikan Air Terjun Pengantin di bioskop kesayangan Anda” –adegan diperankan Tamara Blezinsky”

Untuk kamu para cewek, tutup mata pangeranmu sebelum air liurnya menetes. Yacks!. Untuk lainnya, familiar sama scene barusan? Yup, itu contoh iklan pra-pemutaran film yang biasanya membuat tanduk kita nongol. Serasa pengin merebut remote dan ganti channel, kan. Tapi percayalah, pundi-pundi bioskop semakin berlimpah uang karena porsi iklan yang cukup besar tadi. Data dari Amerika (angkat bendera putih, Indonesia-ku. Hiks hiks...) menyebutkan, setiap tahun, frekuensi pemasangan iklan tadi meningkat dari 10 menjadi 15 persen. Movie holic Indonesia mungkin belum terlalu terganggu. Tapi, sekitar 3.400 orang di negeri Paman Sam pernah membuat petisi online soal itu. Mereka ingin tayangan bersih, yang tidak terkontaminasi iklan sebelumnya. Fellas, kamu sadar kita sudah menyisihkan uang saku seminggu, rela ngemis jajan temen di kantin, untuk menonton iklan yang annoying? Terus, apa bedanya nonton di tv ??

3. “Jika Kamu Lelah Dengan BlockBusters, Kamu Beruntung”
Hingga berita ini diturunkan, saya masih nyari korelasi judul dan artikel, teman. Mungkin Om Joni di Janji Joni lebih expert soal ini. Yang jelas, pemilik bioskop sekarang tak perlu nyewa orang yang tiap harinya harus pontang-panting mengantarkan roll film dari satu studio ke studio lain. Sekali klik, satu judul film sekelas Transformers 2 sekalipun sudah nongol di layar komputer mereka. Eits, yang ini hubungannya sama kecanggihan satelit, teman. Tapi, menurut sutradara di Amerika, ini adalah hokus pokus mereka untuk menyelamatkan budget film yang membengkat. No distribution, no waste money. Wah, era digital rupanya memang menggerus ladang pekerjaan. *berlagak seperti anti-lepie*

4. "Sumpah, Kami Sarankan Anda Tidak Datang Saat Premiere"
Ngantri tiket dari jam sepuluh, dan tiket habis pada jam sebelas. Parahnya, tiket masih belum di genggaman.

Dua kali saya mengalami getirnya premiere. Satu ketika New Moon, satu lagi film “fenomenal” 2012. Dua-duanya sama-sama bikin keki. Damn, masak saya harus diruwat hanya untuk duduk manis dua jam? Tapi, tahukah Anda, ternyata bioskop seribu kali lipat keki dari para penontonnya saat musim premiere datang.

Cara kerjanya begini. Bioskop memutar film dengan kompensasi uang sewa yang dibayarkan pada studio movie maker. Faktanya, uang setorannya itu menjadi berlipat-lipat lebih banyak ketika film diputar di awal masa tayang. Ketika Titanic berjaya selama berbulan-bulan, itu berarrti durian runtuh buat bioskop. Lantas bagaimana dengan film ecek-ecek yang diputar kurang dari seminggu? Ouch, it’s gonna be nightmare, dear.

5. “Pergi Ke Bioskop = Uji Kekuatan Telinga Anda”
Salah satu kelebihan bioskop (yang men-ndeso-kan saya waktu kecil) antara lain adalah dapur suara. Tatanan efek yang begitu menggelegar seakan-akan membuat kursi bioskop berada di lokasi syuting. Tapi sadarkah kita, bahwa tingkat desibel tatanan audio super duper menggeleger itu sudah merusak kendang telinga kita? Spesial efek suara, yang sukses memelongokan penonton berjam-jam, memiliki dampak yang sama mengkhawatirkan dengan menonton konser mega bintang. Ini membahayakan. Manurut Pusat Pendengaran dan Komunikasi Amerika, dentuman suara yang lebih besar ketimbang 85 desibel, bisa merusak pendengaran kita. “Kami menerima komplain dari mereka (penonton bioskop). Meski sedikit, mereka merasa dengung pada telinga sesaat setelah menonton,” ujar Amy Boyle, direktur pusat penelitian tadi. Mbak Amy bilang, dia menyarankan kita untuk membeli alat ukur. Lewat itu, kita bisa tahu berapa desibel suara yang masuk di telinga kita. Tapi, mbak, apa alat ukur itu dijamin lebih murah dari harga tiketnya? I’m affraid it can drain your pocket.
Powered By Blogger