Rabu, 23 Maret 2011

Pacaran "Serius"


Saya memang selama dua puluh satu tahun hidup ..… belum pernah pacaran serius. Ya, itu ekspresi yang saya tunggu lho. Saya pernah beberapa kali pacaran, tapi ya cinta kingkong (mari komparasikan dengan ukuran badan). Ketemu di internet, blind date, ngobrol ya ngalor ya ngidul, lalu jadian. Paling banter jadian dengan adik kelas yang dua tahun lebih muda dan dua minggu jarak jadiannya. Oke, terimakasih.

Jelas, tegas, dan realitas yang pedas (boleh saya tambah memelas?), saya mendamba bahkan bermimpi, bagaimana episode pacaran serius saya nanti. Tapi, belum “berani” jadi aktor bukan berarti tidak mau jadi pengamat. Sambil mengamati bentuk-bentuk hubungan, observasi pun dilakukan sana sini. Ya ke teman, ya ke sahabat, ya ke orang yang belum dikenal. Yang paling asyik memang yang terakhir. Lebih objektif kesannya.

Yang terakhir tak sengaja saya lakukan. Barusan.

Saya lagi lapar-laparnya. Perut demonsrasi ala Front Pembubar Indonesia di sebuah gerai Pizza dekat rumah. Saya pesan seporsi salad take away. Saya sendirian di meja bar panjang yang berisi buah dan sayuran itu. Berarti, ini waktunya ‘berkreasi’, karena sistem pengambilannya yang one take service kadang membuat orang yang mengambil melihat saus Thousand Islands seperti tumpukkan Blackberry.

Selang dua-tiga menit, datang sepasang laki-laki-perempuan. Dari box yang mereka bawa, saya tahu mereka juga take away. Laki-laki itu ber-shirt lengan panjang dan vest, perempuannya memakai pantalon dan higheels.

Saya mengidentifikasi hubungan dari pola komunikasi. Yang satu manggil ‘yank’, satunya ‘beib’, agak aneh jika hubungan dikategorikan ‘cuman tetangga’ kan ya. Dari semak-semak daun selada dan rimbunan bawang bombay, saya samar-samar menyimak dialog mereka.

Si mas badan tegap tiba-tiba bilang ke pasangannya “Aku suka buah,”. Si mbak rupanya pengertian dan tanggap dan langsung mengambil beberapa potong semangka fresh ke dalam box. Eh, si mas langsung bilang “Aku kan cuma bilang suka buah. Nggak bilang mau itu,” Si mbak speechless. Langsung menaruh kembali buah-buah itu ke tempatnya, dengan muka seperti kehilangan selera makan. Ya, biar saya yang memimpin gerakan mengelus dada massal.

Waktu di kasir rupanya ada sekuel. Saya tidak tahu gaya pacaran mereka, tapi si perempuan yang sudah agak kehilangan nafsu makan itu yang mengeluarkan dompetnya. Si Mas ini sibuk bermain handphone di belakangnya. Tiba-tiba dia menunjukkan layar handphone ke ceweknya: “Hmm, ini tipe sms yang males aku bales. Nggak penting,” Perempuan itu cuma tersenyum. Terpaksa.

Sepertinya ada yang baru kena pop star syndrome atau penyakit galau sehari penuh karena dimarahi bos. Dan saya pun cuma bisa berspekulasi.

Satu lagi. Yang ini dialami teman saya sendiri. Kebetulan si cowok belum sempat mengontak karena saking sibuknya bekerja. Waktu disempat-sempatkan sms, si cewek justru kesal. “Apa kamu nggak bisa baca dari status facebook-ku ya.”
Saya memang adore dan menjadi pengamat gerak-gerik Kiera Knigthley lewat statusnya di facebook. Tapi kok, saya rasa,Keira pun tidak begitu-begitu amat ya ke pasangannya jika sedang kesal.

Apakah itu yang namanya pacaran serius, yang menganggap bahwa pasangan kita adalah fans yang harus mengerti apa arti setiap kata kita, apa merk shave cream kita, berapa ukuran (maaf) celana dalam kita, dan bahkan berapa besar data yang kita habiskan per hari untuk Blackberry.

Bukannya pacaran itu berarti membagi. Tidak hanya penderitaan tapi justru kesenangan dan itu dilakukan dengan senang karena kita menganggap pacar setara. Yang simple saja, kalau kita berbicara A padanya, kita bahkan tak bisa menduga apa dia tersinggung atau justru bahagia. Sepertinya ada kutipan yang menyentuh kalbu bahwa pacaran itu complementing. So, bukannya perbedaan itu indah karena jika dia berjalan di jalur sebelah kita justru akan melengkapi, dan bukan tumpang tindih.

Kalau kita ingin eksploitasi arogansi, bukankah pasangan adalah tempat yang salah, karena dia orang yang paling hafal seluk beluk kita. Kalau kita ingin dimengerti karena toxic boss yang membatalkan semua ide kita tadi siang, apa larinya juga cemberut ke pasangan gitu. Guys, you deliberatelly need a personal trainer of anger management program.

Saya sebenarnya juga enggan menggurui. Lha jadi murid di dunia perpacaran saja terseok-seok. Saya juga dikatakan agak “miring” waktu bilang ke orang tua ingin pacaran sesudah menikah. Tapi saya percaya, jatuh cinta untuk kesekian kalinya ke orang yang sama meski status berbeda, adalah cara terindah untuk mencintai seseorang.
Powered By Blogger