Senin, 07 Juni 2010

Sangu Sang Pemimpin


*)Ini adalah foto Bambang DH, walikota Surabaya yang mencalonkan kembali menjadi wakil walikota 2010-2015, memohon restu istri sesaat sebelum mencalonkan diri.

Hari ini adalah H-1 pemilu walikota di kota saya tinggal. Besok, cuma lima menit, penduduk Surabaya bakal menentukan nasib kota pahlawan-nya ini lima tahun. Calonnya juga ada lima. Tapi menurut saya dan orang tua saya, dan teman-teman saya, dan koran tempat saya bekerja dulu (stupid analysis pada berita yang dimuatnya), ada satu calon yang benar-benar patut memimpin kota ini. Satu-satunya calon wanita. Saya tak mau dicap black campaign karena menulis namanya di sini. He he.

Memang, pemimpin yang bijak dan becus, adalah dia yang tak hanya mampu mengeluarkan potensinya, tapi juga potensi anak buahnya. Si wanita ini pernah menjabat sebagai kepala dinas di Pemkot Surabaya. Karirnya menjulang. Masyarakat senang. Salah satu master piece-nya adalah taman-taman cantik di sudut kota.

Bawahannya ikut suka cita. Meski diberitakan nyaris dicekik bawahan sendiri di ruang kerjanya, toh ia tetap jadi nice and beloved person dijajarannya. Banyak staf yang akhirnya ikut jejaknya tetap menjaga taman Surabaya bersih.

Saya juga sempat punya figur pemimpin yang baik. One step closer to perfect, sepertinya. Dulu. Waktu masih mencari sesuap berlian di kantor itu. Namanya Diatmana Parayuda. Ia mantan supervisor saya. Meski seangkatan kakak saya (selisih 3,5 tahun), Jack-D (serius, begitu panggilannya!) punya semangat seperti Hachiko menunggu sang professor. Loyal. Tegas. Berwibawa, lil bit. (It’s totally my prerogative, Jack. Ha ha) . Pintarnya satu strip di bawah Sri Mulyani (FYI, IQ Sri Mulyani 157).

Minggu lalu, Jack-D resign. Orang, atau figur, yang selama ini jaga gawang agar pemainnya tidak meninggalkan lapangan, akhirnya pergi. Dia dapat kerjaan baru. Menurut saya, dia getol tantangan. Pasti kerjaannya ya lebih menantang. Lebih menantang ketimbang petugas roller coaster atau relawan Palestina-lah. He he.

Dia pergi tak hanya meninggalkan gading. Mirip Sri Mulyani, ia melengos meninggalkan nama baik dan semangat untuk staf-staf-nya. Tapi menurut saya, dikamusnya cuma ada teman dan sahabat. Tidak ada staf. Apalagi bawahan.
Saya, termasuk bawahan, ups, teman, yang kenal baik dan pernah disangoni (bahasa Jawa, artinya diberi sangu) kutipan luar biasa.

“Calon orang sukses, dia yang nggak pernah berhenti belajar. Marah, adalah satu cara supaya orang itu belajar. Jadi orang yang siap sukses itu selalu siap dimarahin.”

*) Menurut cerita teman-teman kantor yang masih aktif, ketika pamitan, ia menangis. Lagi-lagi mirip Sri Mulyani, yang kerjanya sama-sama dari hati. Kira-kira, siapa aja yang pernah marahin Sri Mulyani, ya?
Powered By Blogger