Kamis, 16 September 2010

Bukit Batu


Hari ini saya membuat keputusan salah. Ya, saya ulangi, keputusan yang salah. Saya tidak mulai mengupasnya di sini. Bukan karena itu akan menambah malu, tapi saya ingin menekankan betapa masifnya pelajaran yang bisa direngkuh ketika sadar bahwa keputusan meleset. Bahwa waktu tidak dapat diulang, bahwa kita sangat ingin menekan tombol playback meski itu mustahil, bahwa ada makna tersurat yang ingin dipaparkan Tuhan di credit title kisah ini.

Mudah-mudahan saya tidak salah menginterpretasi makna itu…

Saya belajar, tentang bagaimana sulitnya me-manuver kesalahan. Tentang bagaimana mengatur satu persatu sel-sel otak agar mereka tenang, dan bisa diajak berpikir lebih rasional. Dan kalimat-kalimat penyangkal justru membuat kita terlihat lebih bodoh.

Saya mengerti, bahwa kata-kata yang keluar di waktu yang sempit tidaklah lebih dari sambutan ketua RT yang pointless. Bahwa mengucapkan “sebentar” lebih baik daripada menuruti gengsi jika kita bisa memburu waktu..


Batu yang dilempar ke danau pasti menciptakan riak. Butuh waktu supaya airnya tenang kembali, meski pada akhirnya batu itu masih ada.

Akhirnya juga saya tahu, mengapa mereka bilang ini hanyalah proses. Dua langkah tersesat dan dua langkah kembali untuk lima langkah yang lebih maju. Karena Tuhan tidak meng-email makna kesalahan itu, melainkan Ia ingin saya lebih rendah hati dan belajar. Karena danau saya sudah berisi bukit batu..

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger