Sabtu, 27 Februari 2010

DetEksi Way


Kemarin pagi adalah momen terindah dalam tiga bulan terakhir kepergian saya dari kantor itu. Saya sengaja sempatkan membaca halaman koran tempat kerja part time dulu. Halaman itu lagi berulang tahun. Saya bingung, speechless mau nulis apa. Honestly, banyak banget...nget..nget.. yang pengin saya muat di sini. Untungnya positif semuanya.*dasar penjilat ulung*. Ha ha.


Sepuluh tahun. Ya, selama satu dekade itu, anjing (maskot halaman tadi) itu sudah berlari. Mengendus sana-sini. Melacak apapun yang ada di depannya. Matanya tidak terlihat. Hanya hidungnya yang super jumbo. (Buat yang penasaran dengan apa arti maskot Si Det, silahkan baca koran kemarin. Di situ dikupas tuntas...tas..tas..)

Maskot itu sangat cocok diidentikkan semua kru-nya. Berlari ke sana-sini, mengendus apa saja yang ada di depannya (apalagi makanan!), dan baru berhenti bila dimarahi. Yang terakhir ini, saya teringat petuah si supervisor, yang pintarnya nggak ketulungan itu: “Batasan DetEksi adalah kalo kamu dimarahin”.

Tapi kalo dihayati, sifat itu memang benar-benar mirip maskot-nya yah.(Saya sebut maskot, lho. Bukan subjek alias binatangnya. He he.)

Kemarin pula di halaman terdepan koran itu, the biggest one, si bos yang kharismatik itu, menulis. Menurutnya, DetEksi bukan lagi sebuah halaman. Bukan lagi sampingan. Tapi sudah merasuk hingga tahap pola berpikir. It’s call DetEksi Way.

Kru-nya sudah khatam DetEksi Way. Mindset yang DetEksi bangetlah. Ceria, cerewet, blingsatan, sangar, dan menjunjung tinggi tagtegsitas (bahasa Jawa, kata dasar tagteg, artinya cekatan).

Konon, mereka pun sudah menyebarkan “azas” itu ke mana-mana. Ke seluruh Indonesia. Ya, meski namanya berbeda-beda, halaman itu akan terbit di seluruh Indonesia. Ada yang tetap bernama DetEksi, ada yang mengambil nama Xpresi, halaman yang seumuran dan dicetak di bawah nama koran yang sama. Wow! Trully BIG W-O-W!

Si big boss itu juga pernah bilang, kalo kita kerja karena senang, uang ngikut di belakang. Dan itu benar. Laptop yang buat nulis postingan ini saya beli waktu kerja lima bulan pertama. Saya pamerin yang lain lagi, nih. Hp yang lagi saya setel MP3-nya ini, yang kata orang model highlevel ini, juga buah kerja di sana. Minimal, kalo mau gaya, nggak usah capek-capek ngrengek ortu lagi. Dan semua itu saya dapetin di usia sembilan belas tahun. Aseeek..

Yang saya salut dari mereka, kalau berfikir, cepetnya minta ampun. Entah prosesnya memperkerjakan berapa juta sel otak masing-masing. Tapi mikir masalah A, lanjut masalah B, dan pindah problem C, bisa lompat-lompat hanya dalam kedipan mata. Atau bahkan, ketiganya bisa selesai sekaligus dalam satu pemikiran.

Luar biasa. Prinsipnya, kalau kita berpikir, cerebrum (baca halus: otak)harus mau diajak “lari”. Harus maraton. Kalau nggak, bisa kalah sama banyaknya tantangan (baca halus: masalah). Santai sedikit, sudah kesalip problem yang lain. Jadi selain peka dan jeli, kita harus mempersiapkan tenaga untuk pikiran supaya bisa berpikir maraton. Hebatnya, sehari-hari mereka biasa begitu. Bahkan tahunan.

Itulah yang selama tiga bulan ini saya kangenin. Saya memang belum sampai tahap Maglev, tahap tertinggi di DetEksi Way. Mungkin juga baru tahap komuter. Tapi, melihat logo Maglev di bodi komuter saya yang pertanda satu pabrikan, bisa diklaim sebuah kebanggaan, bukan.

Foto di atas adalah suasana di kantor saat hari-H ulang tahun DetEksi. Yang berkaos putih dengan huruf E besar adalah kru DetEksi. Jangan bayangkan kondisi lima menit setelah foto ini diambil. Karena tumpeng-tumpeng itu sudah berbentuk -tiiit- (sensor)

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger